Senin, 06 Juni 2016

Tulisan Pendek mengenai LGBT


Catatan Ringkas Seputar LGBT

Isu LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender) sempat mencuat di Indonesia karena dihembuskan oleh media-media sekuler dan liberal. Gerakan LGBT semakin mendapat angin segar di seluruh dunia setelah Mahkamah Agung Amerika Serikat melegalkan pernikahan sesama jenis tanggal 26 Juni 2015. Alhamdulillah secara umum warga Indonesia ‘kompak’ menolak LGBT. Banyak tokoh agama, tokoh masyarakat, politikus, psikolog dan lainnya yang dengan tegas menolak atau tidak mendukung LGBT. Namun, perlu disadari bahwa gerakan LGBT ini adalah sebuah gerakan yang masif dan terorganisir dengan rapi sehingga sangat berbahaya dan perlu diwaspadai.  Semoga tulisan singkat kali ini menambah wawasan kita seputar LGBT.

LGBT dalam pandangan syariat Islam
LGBT tidak dapat dipisahkan dari perilaku hubungan sesama jenis (homoseksual atau liwath). Perilaku homoseksual adalah perilaku kaumnya Nabi Luth ‘alaihissalam atau yang dikenal kaum Sodom. Allah mengutus Nabi Luth untuk memperingatkan kaumnya dari perbuatan keji (faahisyah) tersebut. Namun karena syahwat telah menguasai mereka dan akal nurani mereka telah tertutup maka mereka pun enggan. Lalu Allah pun menurunkan adzab yang pedih pada mereka yaitu dengan hujan dari batu. Allah berfirman, “Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?” Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.” (QS Al A’raf: 80-81)
Perbuatan homoseksual atau liwath adalah perilaku yang sangat keji dan menjijikkan sehingga sangat dilarang. Akal sehat pun pasti mengingkari hal ini. Rasulullah dengan sangat tegas dan jelas menyebutkan hukuman bagi pelaku homoseksual. Beliau bersabda, “Siapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah kedua pelakunya.” (HR Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Albani)
Para sahabat Rasulullah sepakat bahwa homoseksual hukumnya haram dan pelakukan dihukum bunuh. Hanya saja mereka berbeda pendapat dalam hal cara eksekusi hukuman bunuh tersebut.

LGBT dari sisi medis, psikologis dan sosial
Sebagian aktifis LGBT berusaha menggiring opini publik dengan menyebarkan info kurang tepat yang berkaitan LGBT baik dari sisi medis, psikologis maupun sosial. Info yang mereka sebarkan belum terbukti secara ilmiyah. Kadang kala mereka menukil hasil suatu penelitian secara parsial (tidak utuh) untuk menguatkan pendapat mereka.
 
Diantaranya dari sisi medis mereka menyatakan bahwa homoseksual (khususnya gay) adalah alami bawaan genetik, hal ini berdasarkan pada teori gen gay. Teori gen gay sebenarnya sudah cukup lama dikembangkan dan semakin mencuat setelah tahun 1993 Dean Harmer –seorang peneliti Amerika yang dikatakan juga seorang gay- meneliti 40 pasang kakak beradik homoseksual. Dia mengklaim bahwa satu atau beberapa gen yang diturunkan oleh ibu dan terletak di kromosom Xq28 sangat berpengaruh pada orientasi seksual. Penelitian ini dan juga penelitian yang terbaru (misal yang dipublish oleh Alan Sander 2014 di journal Psychological Medicine) hanya mengindikasikan adanya keterkaitan bagian kromosom tertentu terhadap orientasi seksual. Penelitian ini belum menemukan secara spesifik gen tertentu yang berpengaruh pada orientasi seksual dan juga belum membuktikan bahwa hal tersebut adalah bawaan (genetic). Bahkan penelitian tersebut juga menegaskan bahwa gen hanyalah salah satu faktor yang mempengaruhi orientasi seksual, lingkungan dan gaya hidup juga sangat mempengaruhi. Jadi singkatnya, teori yang menyatakan bahwa homoseksual adalah turunan (genetic) belum terbukti.  Dan bahkan adaikata hal ini terbukti pun bukan merupakan dalil bahwa homoseksual adalah normal dan bukan penyakit!

Dari sisi psikologi, para aktifis LGBT menyuarakan bahwa homoseksual adalah “perilaku yang normal”. Akal sehat atau nurani tentu menolak hal ini, homoseksual adalah  sebuah kelainan atau “perilaku yang tidak normal”. Para aktifis LGBT berkilah bahwa homoseksual tidak disebutkan sebagai kelainan dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) versi terbaru.  DSM adalah sebuah buku panduan yang dikeluarkan oleh American Psychiatric Association (APA) untuk mendiagnosis apakah seseorang memiliki kelainan atau gangguan kejiwaan.  Kalau di Indonesia ada Pedoman Penggolongan & Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) yang mana juga merujuk pada DSM. Kalau kita lihat sejarah, homoseksual dimasukan dalam kategori kelainan di DSM I tahun 1952. Karena tekanan dari aktifis LGBT dan sebab yang lainnya, definisi homoseksual semakin dikaburkan dan akhirnya dihilangkan dari DSM versi terbaru. DSM versi terbaru masih menimbulkan beberapa kontroversi, diantaranya disinyalir bahwa beberapa anggota task-force DSM adalah aktifis LGBT.

Para aktifis LGBT mengklaim bahwa bahwa LGBT atau homoseksual adalah hal yang normal secara sosial. Namun kita dapat pada kenyataannya masyarakat secara umum melihat LGBT adalah sesuatu yang tidak normal. Ini bertentangan dengan klaim mereka. LGBT adalah sebuah penyakit atau kelainan dalam masyarakat. LGBT telah memunculkan keresahan sosial. Banyak sekali permasalahan yang timbul dari LGBT seperti penurunan populasi, menyebarnya penyakit kelamin (HIV/AIDS), merusak tatanan keluarga, memicu permasalahan dalam rumah tangga, permasalahan dalam pendidikan anak dan lainnya. LGBT selain berbahaya juga menular. Sungguh menarik ungkapan yang menyatakan “nobody is born gay” (tidak ada seorang pun yang dilahirkan dalam keadaan gay). Kalau kita lihat kenyataan memang demikian, seseorang dilahirkan dengan fitrah yang lurus dan kemudian setelah beranjak dewasa seseorang akan menyukai lawan jenis (bukan sesama jenis). Faktor sosial dan lingkungan sangat mempengaruhi sehingga seseorang kemudian menjadi homoseksual. Orang yang jiwanya lemah dan imannya tipis akan terpengaruh dengan perilaku menyimpang ini.
 
LGBT di barat
Zaman dahulu LGBT (khususnya homoseksual) dipandang sebagai hal yang tabu bahkan termasuk perbuatan terlarang dan kriminal. Hal ini berlaku hampir di seluruh belahan dunia, tidak terkecuali di barat seperti di Amerika Serikat (USA) dan Inggris (UK). Namun hal ini semakin tergerus di barat yang mana secara umum masyarakatnya adalah sekuler dan liberal yang selalu mengedepankan kebebasan dan tidak memperhatikan petunjuk agama dalam menentukan hal yang baik dan buruk. Homoseksual yang awalnya dianggap hal yang tabu, bahkan termasuk perbuatan illegal dan kriminal secara bertahap dianggap sebagai hal yang biasa, kemudian dianggap legal dan akhirnya malah dilindungi.
Di Inggris misalnya, homoseksual sebelumnya termasuk perbuatan illegal sampai kemudian dilegalkan tahun 1967. Tahun 2013 Inggris kemudian melegalkan pernikahan sesama jenis (same-sex marriage). Di Amerika Serikat, homoseksual termasuk salah satu perbuatan yang terlarang (ilegal) yang disebutkan dalam “Immigration and Nationality Act of 1952” dan hal ini masih berlaku sampai tahun 1991. Homoseksual kemudian berubah menjadi hal yang dilegalkan tahun 2003 secara nasional (meliputi seluruh Negara bagian). Hal ini kemudian disusul dilegalkannya pernikahan sesama jenis tanggal 26 Juni tahun 2015 oleh Mahkamah Agung (Supreme Court) Amerika Serikat.
 
LGBT di Indonesia
Kasus berkembang dan kemudian dilegalkannya LGBT di negara-negara barat hendaknya menjadi bahan pelajaran bagi Indonesia dan negara Islam yang lainnya. Perubahan cara berfikir dan cara pandang masyarakat terhadap LGBT adalah hal yang sangat penting. Jika masyarakat semakin liberal maka akan mengutamakan kebebasan individu diatas nilai-nilai moral dan aturan agama. Seorang yang liberal akan mendukung LGBT meskipun dia bukan seseorang yang mengidap penyakit LGBT.
Gerakan LGBT sebenarnya sudah cukup lama di Indonesia, sejak 1980-an. Namun gerakannya kebanyakan masih secara sembunyi-sembunyi. Kini gerakan LGBT sudah mulai berani terang-terangan. Diantara organisasi LGBT atau yang mendukung LGBT di Indonesia saat ini adalah Gaya Nusantara, Arus Pelangi, GWL INA dan lainnya. Sampai saat ini, masyarakat Indonesia secara umum menolak LGBT. Saat isu LGBT mencuat baru-baru ini banyak tokoh agama, tokoh masyarakat, politikus, psikolog dan lainnya yang bersuara menolak LGBT.   MUI (Majelis Ulama Indonesia) telah mengeluarkan fatwa no 57 tahun 2014 tentang lesbian, gay, sodomi, dan pencabulan. Dengan tegas fatwa ini menyatakan bahwa homoseksual, baik lesbian maupun gay dan sodomi hukumnya adalah haram.

Penutup
Perkembangan LGBT perlu terus diwaspadai. Penanaman nilai-nilai moral dan agama perlu digecarkan untuk membendung gerakan LGBT. LGBT dengan jelas diharamkan dalam agama Islam, tetapi beberapa aktifis JIL (jaringan Islam liberal) mencoba mengkaburkan hal ini. Hal ini perlu dibantah secara ilmiyah agar masyarakat tidak terkecoh.  Begitu juga isu-isu yang dilontarkan dari sisi medis, psikologis, maupun sosial tentang LGBT yang tidak benar maka perlu diluruskan. Gerakan LGBT adalah sebuah kemungkaran yang mana kita semua harus yang harus berusaha mengingkari dan melawan sesuai dengan kemampuan dan kapasitas kita masing-masing. Semoga Allah menjaga kita dan generasi setelah kita dari berbagai fitnah dan penyimpangan. Amien.

Tantangan LGBT Bagi Indonesia


Pelegalan pernikahan sesama jenis masih menjadi perbincangan hangat dunia akhir-akhir ini. Banyak kalangan masyarakat khususnya kelompok konvensional dan agamawan yang menentang kebijakan tersebut, karena dinilai merupakan sebuah tindakan yang tidak bermoral.

Namun, tak sedikit pula kalangan masyarakat yang mendukung kebijakan pernikahan sesaama jenis. LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual and Transgender) kemudian menjadi salah satu isu yang diangkat untuk mengusung nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM). Lewat HAM inilah yang dipakai pendukung LGBT untuk melegalkan pernikahan sesama jenis.
 
Mereka beranggapan bahwa LGBT merupakan sifat yang dibawa manusia sejak lahir, bukan merupakan sebuah kelainan psikologis ataupun penyakit masyarakat. Pandangan ini didukung dengan adanya ‘Deklarasi Montreal’ pada 2006, yang berisi rekomendasi semua negara di dunia untuk mengakui hak-hak LGBT. Buah dari itu semua, akhirnya tanggal 17 Mei pun dipilih sebagai hari International Day Against Homophobia merujuk pada keputusan WHO (World Health Organization) yang menghapuskan LGBT sebagai penyakit seksual.

Menurut kaum LGBT, setiap orang berhak memilih identitas seks mereka, mereka meyakini bahwa identitas mereka sebagai gay, lesbian atau identitas apapun merupakan HAM yang bebas mereka pilih. Di negara-negara Barat, kata pelangi atau rainbow merupakan kata yang mewakili gerakan mereka, kaum LGBT Indonesia pun tidak mau ketinggalan dengan mengusung Arus Pelangi untuk mewakili komunitas mereka.
Arus globalisasi sangat berperan penting dalam penyebaran nilai universal yang mewakili modernitas dan tatanan dunia baru. Meleburnya batas-batas wilayah, arus bebas komunikasi yang menandai globalisasi membuat transfer nilai dan identitas internasional sangat mudah masuk ke Indonesia. LGBT pun tidak luput menjadi identitas yang masuk ke Indonesia sebagai sesuatu yang harus diperjuangkan.

Terdapat diskusi yang cukup alot mengenai definisi dari LGBT. Menurut pihak yang mendukung pernikahan sesama jenis merupakan sifat alamiah yang dibawa manusia sejak ia dilahirkan. Atas nama HAM, para LGBT ini berhak untuk melegalkan cinta mereka dalam ikatan pernikahan.

Dalam Broken Windows yang digagas oleh kriminolog James K. Wilson dan George Kelling, dijelaskan bahwa kriminalitas merupakan akibat dari ketakteraturan. Jika sebuah jendela sebuah rumah pecah namun dibiarkan saja, siapapun yang lewat cenderung menyimpulkan pastilah di situ tidak ada penghuninya. Dalam waktu singkat, akan ada lagi jendelanya yang pecah, dan belakangan berkembang anarki yang meluas di sekitar daerah itu (Tipping Point, Malcolm Gladwell: 172). Hal ini juga berlaku dalam kasus homoseksualitas.
Tidak ada manusia yang dilahirkan dengan gen pencuri, perampok ataupun gay. LGBT merupakan kelainan yang dihasilkan dari kondisi lingkungan yang memengaruhi psikologi pelakunya. Bisa menularkan perilaku tersebut pada lingkungan sekitarnya, lama-kelamaan perilaku itu bisa menyebar dan memberikan dampak yang lebih luas di masyarakat.

Tidak ada angka pasti yang jumlah LGBT di Indonesia. Namun sangat mencengangkan penelitian yang dilakukan oleh CIA pada 2008, menyatakan bahwa jumlah homoseks di Indonesia mencapai angkat 16,6 juta. Jumlah tersebut menempatkan Indonesia pada urutan kelima negara dengan jumlah homoseksual terbesar di dunia.

Adanya nilai-nilai demokrasi yang mengusung HAM, membuat para aktifis LGBT semakin terpacu semangatnya untuk memperjuangkan hak dan menujukkan identitas mereka dengan mendirikan berbagai organisasi. Hal ini bisa dilihat dari berdirinya Gaya Nusantara sebagai organisasi gay di Indonesia. Organisasi ini digagas Dede Oetomo di Surabaya sebagai bentuk perjuangan sebagai identitas adanya kelompok gay di Indonesia.

Hingga akhirnya kaum LGBT mulai berani menunjukkan identitas mereka dengan membuat situs www.lgbtindonesia.org. yang berisi dukungan dan berbagai pembahasan mengenai LGBT.
Masuknya nilai-nilai universal, demokratisasi dan HAM yang semula terkungkung di bawah rezim orde baru, membuat kaum LGBT yang sebelumnya dipinggirkan dalam pergaulan sosial mendapatkan ruang untuk menyuarakkan aspirasi mereka. Keterbukaan itu tidak hanya memberi ruang masuknya nilai-nilai universal yang mampu membangun Indonesia lebih baik. Tidak sedikit nilai-nilai tersebut justru tiak sesuai dengan nilai atau norma baik agama maupun sosial yang terkadung di Indonesia, bahkan lebih ekstrim lagi nilai universal tersebut mampu menggerus budaya dan kearifan lokal.

Untuk menghadapi tantangan global tersebut, Indonesia tentunya harus mampu menjaring nilai tersebut dengan sangat bijak sana. Pancasila sebagai dasar negara telah memberikan jawaban untuk tantangan tersebut. Sebagai ideologi yang terbuka, Pancasila terbuka dengan nilai-nilai baru dan mampu mengikuti perkembangan zaman namun tetap memilah dan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan identitas bangsa Indonseia. Nilai yang masuk dan bisa diterima Indonesia mestinya sesuai dengan nilai dan norma yang ada di Indonesia.

Bukankah tindakan yang bijak ketika kita menjunjung tinggi nilai HAH demi mendapatkan tempat di dalam dunia modern dengan mengorbankan rusaknya moral masyarakat. Apalagi agenda LGBT sebagai cerminan dari nilai HAM.

Jadi, dalam menanggapi isu LGBT yang tengah marak diperbincangkan di dunia saat ini, Indonesia perlu mengkaji ulang nilai kebebasan tersebut apakah sejalan dengan nilai dan norma yang terkandung di masyarakat dan akibat yang akan ditimbulkannya. Namun walaupun secara umum masyarakat Indonesia menilai LGBT merupakan tindakan yang tidak bermoral, hal tersebut tidak bisa dijadikan alasan untuk malakukan tindakan diskriminasi terhadap mereka.
 

Sumber :

http://mahasiswabicara.com/artikel/budaya/tantangan-lgbt-bagi-indonesia/
http://ukhuwahislamiah.com/catatan-ringkas-seputar-lgbt/


Categories:

0 komentar:

Posting Komentar